Monday, November 29, 2010

Pusat Harus Lihat Sejarah dalam Penetapan Keistimewaan Yogya

GUNUNGKIDUL - Perdebatan mengenai Rancangan Undang-undang Keistimewaan (RUUK) Daerah Istimewa Yogyakarta menggelitik komentar masyarakat, termasuk Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Gunungkidul Badingah.

Menurut Badingah, sebaiknya pemerintah pusat menghormati sejarah integrasi Kasultanan Ngayogyakarta ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. “Ketika sejarah kembali dibuka, maka itu harus dijadikan pijakan pemerintah pusat dalam merancang Undang-undang Keistimewaan DIY,” kata Badingah, Senin (29/11/2010).

Ketika disinggung mengenai langkah politik Sultan, pihaknya tetap mendukung langkah Sri Sultan Hamengkubuwono X. “Saya yakin Ngarso Dalem mengerti harapan semua warga Yogya," tambahnya.

Dia menyebutkan, sebaiknya pemberian landasan hukum bagi Keistimewaan Yogyakarta cepat selesai dan tidak menimbulkan polemik di dalam masyarakat. Jika belum ada persamaan pandangan antara pusat dan daerah, maka sebaiknya ditanyakan kepada masyarakat.

"Jika perlu tawaran referendum, ya dijalankan saja. Hal ini demi munculnya aturan yang sesuai dengan tuntutan masyarakat, apapun hasilnya itu merupakan pilihan masyarakat,” ungkapnya.

Pada bagian lain, Ketua Paguyuban Lurah dan Pamong Desa se-Gunungkidul Suparno ketika di hubungi melalui telepon, menegaskan jika penetapan sultan sebagai Gubernur sebagai harga mati.

“Tidak ada kata lain Sultan Gubernurku sesuai dengan amanat 5 September 1945,” katanya.

Dia manambahakan agar pemerintah pusat tidak mengulur-ulur waktu karena kepentingan politik yang bertolak belakang dengan keinginan masyarakat.

No comments:

Post a Comment