Ilustrasi
JAKARTA- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Sri Sultan Hamengku Buwono X disarankan duduk bersama menyamakan persepsi terkait format kepemimpinan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mendatang.
Langkah itu penting untuk mencari solusi perbedaan pendapat terkait apakah jabatan gubernur DIY ditentukan melalui pemilihan atau penetapan. "Akan lebih baik apabila ada komunikasi antara SBY dan Sultan," kata Wakil Ketua Komisi II DPR Abdul Hakam Naja di Gedung DPR Jakarta, Senin (29/11/2010).
Dari pertemuan itu, keduanya dapat menyampaikan keinginan masing-masing, termasuk kendala yang dihadapi apabila memilih salah satu opsi.
Hakam menilai pendapat tentang pemilihan maupun penetapan harus dihargai. Satu sisi, sistem pemilihan merupakan pengejawantahan sistem demokratis. Di sisi lain, keistimewaan yang diberikan kepada Kesultanan Yogyakarta juga harus dihormati. "Bisa saja dipilih tapi tetap juga melibatkan Kesultanan Yogya," ujar politikus dari Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
Sebab, UUD 1945 dengan tegas menyatakan keistimewaan namun belum ada aturan yang eksplisit menyebutkan jabatan Gubernur Yogya dipilih atau ditetapkan. Dia mengapresiasi pernyataan SBY secara terbuka menjadi isyarat sikap pemerintah terkait rancangan Undang Undang Kekhususan DIY. Komisi II akan segera menanyakan langsung kepada Menteri Dalam Negeri menyangkut RUUK DIY. "Untuk mengetahui posisi pemerintah secara tegas," ujar Hakam.
Dia megaku sampai sekarang, pemeritah belum menyerahkan draf RUU itu kepada pihaknya. Diketahui sebelumnya, Presiden SBY menyatakan tidak boleh ada suatu sistem monarki yang bisa bertabrakan dengan demokrasi. Pernyataan itu ditanggapi Sultan dengan menegaskan sistem pemerintahan di Provinsi DIY bukan monarki. Meski Sultan HB X juga menjabat gubernur, hal itu ditempuh sesuai aturan yang berlaku.
No comments:
Post a Comment