Sri Sultan HB X
JAKARTA - Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) Yogyakarta akan ditentukan nasibnya oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pekan ini. Anggota legislatif pun diminta tidak bermain politik dalam pengesahan UU ini.
“DPR dalam membuat undang-undang jangan sampai multitafsir dan bermain politik dalam menetapkan suatu pasal,” kata Sejarawan LIPI Anhar Gonggong saat dihubungi okezone di Jakarta, Senin (29/11/2010).
DPR, lanjut Anhar, harus berpikir jernih dan memperhatikan aspek historis dalam membuat RUUK Yogyakarta.
“Perlu diingat bahwa Yogyakarta sejak awal kemerdekaan NKRI, sultan Yogyakarta mendukung kemerdekaan Republik Indonesia. Dan Yogyakarta pada 1946 pernah menjadi Ibu kota Negara di saat konstitusi kacau,” tegasnya.
Jadi untuk menjaga kedaulatan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia ini RUU DIY harus segera disahkan.
“Aneh buat saya kalau ini diribut-ributkan, bukan persoalan yang berat untuk menentapkan RUU Keistimewaan Yogyakarta menjadi sebuah undang-undang,” tuturnya.
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi di sela-sela Raker Fraksi Demokrat pada Sabtu 27 November lalu mengatakan, pekan ini Presiden akan memutuskan nasib RUU DIY.
Apa Poin yang mengganjal? Gamawan menerangkan, "Kami sudah perhatikan semua masukan, mulai aspek konstitusi, budaya, keistimewaan dan sebagainya, termasuk dinamik politik, itu perlu difinalkan. Apakah akan lakukan uji publik Itu sudah waktu yang lalu, Pak Presiden kemarin mengatakan bahwa Yogya tidak mungkn monarki."
No comments:
Post a Comment